Karena mengepalai daerah yang diperintah
langsung oleh penjajahannya, bupati tidak lagi menandatangani kontrak sebagai
ikatan politik. Bupati hanya mendapatka beslit atau surat pengangkatan dan
harus puas dengan uang gaji tanpa menguasai tanah apanage. Sejak saat itu
bupati tak lebih dari pegawai pemerintah kolonial. Agar tidak menimbulkan
gejolak sosial yang membahayakan, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan uang
ganti rugi. Uang ganti rugi itu, kemudian diganti menjadi tunjangan bangsawan
yang jumlahnya semakin lama semakin berkurang. Pada tahun 1879-1884 M, pangeran
Pakunataningrat ditetapkan sebagi wakil bupati Sumenep. Kemudian tahun 1884 M
mendapatkan surat pengukuhan (beslit) sebagia Le Regent di Sumenep.