Budaya Madura



Banyak hal yang belum di ketahui banyak orang terutama luar madura secara menyeluluh, Bukan hanya kekayaan alamnya, tetapi juga kekayaan budaya yang memiliki nilai luhur tinggi. Jika tidak di jaga dan di lestarikan dengan baik, bukan tidak mungkin keluhuran itu akan luntur digempur arus globalisasi. Adalah tanggung jawab semua pihak untuk menjadi penjaga nilai-nilai budaya yang memiliki kandungan filosofi itu.
Persoalan budaya seharusnya menjadi sorotan dan menjadi tanggung jawab bersama. Kita ketahui bersama, betapa luar biasa dan tingginya nilai-nilai filosofi budaya Madura itu. Ini yang perlu diangkat. Sebab, budaya dan filosofi Madura sama canggihnya dengan pemikiran-pemikiran barat yang cenderung sekuler.
Misalnya, ungkapan bupa, babu, guru, ratoh. Nah, ungkapan ini kan tidak serta merta muncul begitu saja. Pasti ada sejarah yang melatar belakangi munculnya ungkapan ini. Kita ambil potongan ratoh saja. Yang saya pahami dari ungkapan ratoh adalah kepemimpinan yang tidak sekuler. Pemimpin yang dimaksud dalam ungkapan itu adalah pemimpin yang juga orang tua dan guru bagi rakyatnya.
Seperti halnya filsuf Barat, Plato yang berpendapat bahwa pemimpin itu seharusnya adalah seorang yang memiliki kebijaksanaan seperti halnya seorang filsuf. Sebab, kekuasaan itu memang cenderung korup alias disalahgunakan. Maka, pemimpin harus benar-benar berasal dari rakyat dan mengerti kebutuhan rakyatnya. Jadi, seharusnya kepemimpinan di Madura itu jangan diartikan secara sekuler.
Carok Budaya yang dianggap kurang baik adalah sebuah aktualisasi pembelaan harga diri. Di jaman Rasulullah dulu disebut muru’ah. Tapi, diakui atau tidak semangat membela harga diri itu terkadang melampui batas kewajaran. Jadi, jangan heran kalau orang lain akan mengalami kesulitan jika bermasalah dengan harga diri orang Madura.
Kondisi seperti ini harus ada penyeimbangnya. Caranya, memerbanyak pengajian-pengajian Islami yang arahnya pada kecintaan dan kebijaksanaan. Saya kira banyak sekali pemikiran-pemikiran kemaduraan yang berkaitan dengan kebaikan dan kearifan lokal. Hanya, filosofi kemaduraan yang arif bijaksana itu kurang terekspos dengan baik. Kan problem di Madura itu sebenarnya masalah ekspos dan publikasi nilai-nilai luhur. Sehingga, banyak pelajaran yang akhirnya banyak hilang dari tahun ke tahun.
Tapi jangan lupa, masyarakat Madura itu jujur dan kebiasaan itu dibangun sejak masa kanak-kanak dari lingkungan yang religius. Memang kadang ada anggapan miring tentang Madura, tapi tidak bisa disamaratakan, karena terlalu universal. Mau jahat atau mau baik itu tergantung manusianya, bukan tergantung di mana seseorang dilahirkan.
Sekarang kalau mau disamaratakan, orang lain mungkin harus berpikir ulang tentang budaya berjalan menunduk di Madura. Nah, menunduk itu bukan hanya ungkapan pengormatan saja, tapi juga mengandung makna kehati-hatian. Hal-hal kecil menjadi lebih bermakna jika dicari nilai luhurnya. Kita tidak boleh asal menerima dan menolak sebuah tradisi tanpa memelajarinya secara mendalam.
Apapun tradisi dan kebudayaan di Madura harus dipandang secara proprsional dan relevan. Kaitannya kan sangat erat dengan globalisasi, budaya dan tradisi akan hilang karena kebiasaan baru dan menganggap pola lama sudah tidak relevan lagi. Harus ada upaya untuk memelajari kembali, merelevansi dan merestrukturisasi kebudayaan itu dengan baik. Upaya yang bisa dilakukan mungkin dengan mengembangkan budaya menulis.
Kita coba bersama-sama untuk membangun sebuah peradaban yang baik melalui media tulisan. Sebab, kebudayaan itu sangat mungkin mengikat siapa saja di dalamnya. Seperti raja mengikat rakyatnya. Tanpa upaya mereaktualisasi, kebudayaan akan hilang karena ikatan yang semakin longgar.
Setiap pribadi yang sadar bertanggung jawab untuk menjaga keberadaan budaya luhur ini. Untuk lingkup keluarga dan masyarakat, seseorang harus bisa menjaga tingkat kohesifitas sosial. Sebab, budaya globalisasi ini sangat berpengaruh terhadap kerekatan sosial di kehidupan sehari-hari, baik dengan keluarga maupun dengan anggota masyarakat yang lain.
Untuk lebih luasnya lagi, kita harus menyadari pentingnya internalisasi nilai-nilai Madura di semua bidang. Kultur Madura harus tetap terjaga dengan baik dari lingkungan keluarga hingga kelompok masyarakat. Jangan sampai kebiasaan baik yang ada dulu hilang berganti budaya baru yang tidak sesuai dengan kearifan lokal,Setiap pribadi mulai dari kiai, santri, aparat pemerintah, aktivis-aktivis pers, LSM, budayawan dan banyak lagi yang lainnya. Mereka inilah yang harus menjadi tameng budaya buruk yang hendak masuk Madura.

  

Postingan terkait: