Tujuannya untuk membedakan antara Trunojoyo Madura dan Ki Ageng
Trunojoyo (Abdullah Raden Wedono Kartawijoyo Ponotogomo yang hidup era Abad 19
Masehi).
Disini membicarakan tentang Trunojoyo yang hidup era abad 17 Masehi
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur.
Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali)
dan saat ini memiliki 4 buah kabupaten yaitu : Bangkalan, Sampang, Pamekasan
dan Sumenep.
Pada tahun 1624 Sultan Agung menaklukkan pulau Madura. Raden Prasena,
salah seorang bangsawan Madura, ditawan dan dibawa ke Mataram. Karena
ketampanan dan kelakuannya yang baik, Sultan Agung menyukai Raden Prasena. Ia
kemudian diangkat menjadi menantu dan dijadikan penguasa bawahan Mataram untuk
wilayah Madura Barat, dengan gelar Panembahan Cakraningrat atau Cakraningrat I.
Cakraningrat I lebih banyak berada di Mataram daripada memerintah di Madura.
Anak Cakraningrat I dari selir, bernama Raden Demang Melayakusuma, menjalankan
pemerintahan sehari-hari di Madura Barat. Mereka berdua sekaligus juga menjadi
panglima perang bagi Mataram.
Raden Demang Melayakusuma memiliki putra yang bernama Trunojoyo yang
kemudian memimpin pemberontakan Madura atas Mataram, Pada tahun 1656, Pangeran
Alit, adik Amangkurat I, melakukan pemberontakan. Cakraningrat I dan Demang
Melayakusuma diutus untuk memadamkan pemberontakan berhasil dalam tugasnya,
akan tetapi keduanya tewas dan dimakamkan di pemakaman Mataram di Imogiri. Penguasaan
Madura kemudian dipegang oleh Raden Undagan, adik Melayakusuma yang kemudian
bergelar Panembahan Cakraningrat II. Sebagaimana ayahnya, Cakraningrat II juga
lebih banyak berada di Mataram daripada memerintah di Madura.
Setelah ayahnya wafat, Trunojoyo tinggal dengan pamannya yaitu
Cakraningrat II. Pada saat dewasa ia memiliki hubungan rahasia dengan putri
pamannya yang menyebabkan jiwanya terancam. Karena itu ia pergi meninggalkan
keraton dan kemudian tidak berapa lama ia diterima sebagai mantu oleh Raden
Kajoran Ambalik.
Pada tahun 1670, terjadi perselisihan di Kesultanan Mataram antara
Sultan Amangkurat I dengan putra mahkotanya, Adipati Anom. Namun Adipati Anom
tidak berani memberontak secara terang-terangan. Diam-diam ia meminta bantuan
Raden Kajoran alias Panembahan Rama, yang merupakan ulama dan termasuk kerabat
istana Mataram. Raden Kajoran kemudian memperkenalkan menantunya, yaitu
Trunojoyo putra Raden Demang Melayakusuma sebagai alat pemberontakan Adipati
Anom.
Sebagai imbalannya, Adipati Anom berjanji menyerahkan Madura Barat yang
waktu itu dipimpin oleh Tumenggung Yudonegoro kepada Trunojoyo. Di kemudian
hari Adipati Anom menyesali perjanjiannya dengan Trunojoyo karena Trunojoyo
menolak mengakui Adipati Anom sebagai Sultan Mataram.
Sejarawan Belanda, H.J. De Graaf (1987), menerangkan bahwa Trunojoyo
telah mendiami Pulau Madura sekitar tahun 1670-1671. Kemudian De Graaf dalam
bukunya “Runtuhnya Istana Mataram” (hal. 60), menuliskan memo Speelman kepada
Couper bahwa Raden Trunojoyo meletakkan “landasan pertama pemberontakkannya” di
Pamekasan dan “mendapatkan dukungan sepenuhnya dari orang-orang disana”.
Laksamana Speelman merasa yakin bahwa jika Sampang dan Sumenep, yang
menurut pendapatnya adalah merupakan daerah-daerah yang bersikap ”baik”, mau menyerah
begitu saja, maka Pamekasan yang ”berkeras kepala” itu akan mengikuti pula.
Pada dasarnya penguasaan Trunojoyo atas Madura (Madura Barat khususnya),
melalui strategi diplomasi yang jitu menghadapi Tumenggung Yudonegoro. Yang
pertama dia membawa hasil perjanjiannya dengan Adipati Anom dan yang kedua dia
berhasil meyakinkan Tumenggung bahwa dia adalah pewaris yang sah kekuasaan
Madura Barat karena merupakan cucu dari Cakraningrat I. Versi lain tentang
penguasaan Trunojoyo atas Madura dapat dibaca pada buku “Bhabad Songennep”
karya Raden Werdisastra.
Setelah itu Trunojoyo dengan cepat berhasil membentuk laskar, yang
berasal dari rakyat Madura yang tidak menyukai Mataram. Pemberontakan Trunojoyo
diawali dengan penculikan Cakraningrat II, yang kemudian diasingkannya ke
Lodaya, Kediri. Tahun 1674Trunojoyo berhasil merebut seluruh kekuasaan di
Madura, dia memproklamirkan diri sebagai raja merdeka, dan merasa dirinya
sejajar dengan penguasa Mataram. Pemberontakan ini diperkirakan mendapat
dukungan dari rakyat Madura, karena Cakraningrat II dianggap telah mengabaikan
pemerintahan.
Laskar Madura pimpinan Trunojoyo, kemudian juga bekerja sama Karaeng
Galesong, pemimpin kelompok pelarian warga Makassar pendukung Sultan Hasanuddin
yang telah dikalahkan VOC. Kelompok tersebut berpusat di Demung, Panarukan.
Mereka setuju untuk mendukung Trunojoyo memerangi Amangkurat I dan Mataram yang
bekerja sama dengan VOC. Trunojoyo bahkan mengawinkan putrinya dengan putra
Karaeng Galesong untuk mempererat hubungan mereka. Selain itu, Trunojoyo juga
mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai
Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama penentangnya.
Pada bulan September 1676, Trunojoyo dan Madura mulai melakukan
ekspansinya ke Mataram. Hingga bulan Oktober 1677, secara luar biasa pasukannya
berhasil meringsek maju hingga ke ibukota Kesultanan Mataram di Plered. Secara
ringkas penaklukan Trunojoyo disajikan dalam data berikut :
1.
Perang di Gegodog pada
tanggal 16 Oktober 1676. Bangsawan Mataram yang gugur diantaranya : Panji
Wirabumi, Kiai Ngabei Wirajaya, , Kiai Rangga Sidayu dan Pangeran Purbaya.
2.
Lasem ditaklukan tanggal 18 Oktober 1676.
3.
Rembang dihancurkan
dan dibakar pada tanggal 24 Oktober 1676.
4.
Jepara diserang pada
tanggal 20 November 1676. Namun karena kota ini dilindungi oleh VOC-Belanda,
harus digarisbawahi bahwa Trunojoyo tidak ingin berperang dengan VOC, maka
pasukan Madura pun keluar dari Jepara. Hal ini berlaku pula untuk kota Kudus.
5.
Demak jatuh pada
tanggal 11 Desember 1676. Kurang lebih 11.000 pasukan Mataram meninggalkan
Demak karena kekurangan pasokan bahan makanan.
6.
Tanggal 24 Desember
1676, Laskar Madura telah masuk dan membakar kota Semarang. Adipati Semarang
Nayacitra melarikan diri, sementara itu, bawahannya Astrayuda, menyeberang ke
pihak musuh.
7.
Menjelang tahun baru,
sebuah kapal Cirebon memberi tahu bahwa Laskar Madura sudah merebut Pekalongan.
8.
Tegal baru jatuh pada
tanggal 2 Januari 1677 tanpa kekerasan. Armada Madura yang terdiri dari 24
kapal ”konting” muncul di teluk. Pimpinannya adalah Ngabei Sindukarti, paman
dari Trunojoyo.
9.
Cirebon yang dipimpin
oleh Adipati Martadipa menyerah tanggal 5 Januari 1677.
Trunojoyo sendiri pada bulan April 1677 memberitahukan kepada utusan
VOC-Belanda bahwa separuh wilayah Mataram telah ditaklukan dan bersiap untuk
melakukan serangan pamungkas ke Ibukota Mataram di Plered.
Pasukan Trunojoyo berhasil mengalahkan pasukan Mataram di bawah pimpinan
Adipati Anom yang berbalik mendukung ayahnya pada bulan Oktober 1676. Dan
kemudian berhasil menyerbu ibukota Mataram, Plered. Amangkurat I terpaksa
melarikan diri dari keratonnya dan berusaha menyingkir ke arah barat, akan
tetapi kesehatannya mengalami kemunduran. Setelah terdesak ke Banyumas kemudian
ke Ajibarang dan Wonoyoso, ia akhirnya meninggal di daerah Tegalwangi (sebelah
selatan Tegal). Sesudahnya, Susuhunan Amangkurat I kemudian juga dikenal dengan
julukan Sunan Tegal Arum.
Setelah menguasai Plered dan menjarah isinya, bahkan kemudian menikahi
putri Amangkurat I (setelah menculiknya), Trunojoyo membangun basisnya di
Kediri dan mengangkat dirinya sebagai penguasa Mataram yang baru.
Sementara itu Adipati Anom yang kemudian dinobatkan menjadi Amangkurat
II, tidak tinggal diam. Segera setelah itu ia mewakili Mataram secara resmi
menandatangani persekutuan dengan VOC untuk melawan Trunojoyo dengan imbalan
seluruh biaya perang harus ditanggung oleh Mataram dan sebagian daerah Mataram
seperti Semarang harus diserahkan kepada VOC.
Pada April 1677, Speelman bersama pasukan VOC berangkat untuk menyerang
Surabaya dan berhasil menguasainya. Setelah menguasai Surabaya, VOC mengirimkan
ekspedisi ke Kediri yang dipimpin oleh Anthony Hurdt. Ekspedisi ini kurang
lebih berjumlah 3000 orang yang terdiri dari orang Belanda, Ambon (dipimpin
oleh Jonker), Bali, dan Bugis (dipimpin oleh Aru Palakka). Mereka dibantu oleh
pasukan Mataram yang masih setia kepada Amangkurat II. Benteng pertahanan
Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunojoyo
dapat dikepung, dan menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember
1679 kepada Kapitan Jonker.
Trunojoyo kemudian diserahkan kepada Amangkurat II yang berada di Payak,
Bantul, pada tanggal 2 Januari 1680. Setelah bertemu, Amangkurat II mengatakan
kepada Trunojoyo, ”Saya ampunkan kamu dan mengangkat kamu sebagai Adipati
Madura”, sambil ia menusuk Trunojoyo dengan kerisnya. Trunojoyo pun akhirnya
tewas di tangan Amangkurat II.
Nasib ibukota Plered sendiri yang tidak lagi menguntungkan secara fisik
maupun kosmologis akhirnya dipindahkan ke Kartasura pada tahun 1681. Di
kediaman baru ini Amangkurat II dilindungi oleh musuh-musuhnya oleh balatentara
VOC-Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Nusantara. Bernard H.M. Vlekke. Kepustakaan Populer Gramedia. 2008.
Peperangan Kerajaan di Nusantara. Suyono. Grasindo.2003.
Runtuhnya Istana Mataram. H.J.De Graaf. Grafiti Press. 1987.