Pangeran Romo atau Pangeran Cokronegoro II




Pangeran Romo adalah putra dari R. Deksana (R. Gunung Sari) atau pangeran Gatut Kaca (Adikoro I) adipati pamekasan dari hasil perkawinannya dengan R. Ayu Otok, putri dari Pangeran Yudonegoro. Pada tahun 1702 M, Pangeran Romo berhasil mempersatukan kembali kepemimpinan pemerintahan sumenep secara utuh. Suatu awal keberhasilan Pangeran Romo dalam menata kembali berbagai keterpurukan dari pemerintahan sebelumnya. Pembangunan perekonomian, sosial, budaya, dan keagamaan  terus  diadakan  perbaikan.  Hal  tersebut  tidak  terlepas  dari  berbagai kebijakan yang dimiliki, serta sifat tangkas, tegas dan cerdas dari jiwa kepemimpinan pangeran Romo.
Setiap bentuk persoalan yang muncul cepat diatasi  tampa menunda-nunda secara berlarut. Sikapnya yang sederhana, sabar, tekun dan tegas adalah modal utama dalam memperoleh kepercayaan rakyat. Jiwa kepemimpinannya yang tentunya mewarisi dari kakeknya, yaitu Pangeran Yudonegoro. Dalam menghormati jasa para pemimpin sumenep yang telah mendahuluinya, maka pada sekitar tahun 1695 M, Pangeran Romo membangun pesantren di asta tinggi, yaitu sekaligus dengan memberi pagar batu pada sekeliling pesantrentersebut, lengkap dengan gapuranya. Pembangunan asta tinggi yang dibangun oleh Pangeran Romo adalah merupakan tahap awal. Bertujuan untuk mengigatkan pada generasi selanjutnya, termasuk juga masyarakat sumenep, akan perjuangan leluhur dalam membangun dan memperjuangkan sumenep tempo dulu.
Pangeran Romo memerintah sumenep menggantikan Pangeran Panji Polang Jiwa dan Pangeran Wirosari antara tahun 1678-1709 M, dengan Pangeran Colronegoro II. Pangeran Romo memperistri saudara sepupunya sendiri yang bernama R. Ayu Gumbrek, yaitu putri dari pangeran Panji Polong Jiwo.Pada akhir hayatnya Pangeran Romo dimakamkan diasta tinggi pada lokasi bangian barat kubah paling utara. Makam Pangeran Romo juga berkumpul dengan Pangeran Anggadipa, Pangeran Wirosari, R. Ayu Artak dan juga Pangeran Panji Polang Jiwo.

DARTAR PUSTAKA

Bendara Akhamad, Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi beserta Tokoh didalamya, Sumenep: Barokah, 2011.
H.J. Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram, Jakarta: Grafitipress 1986.
Mien A. Rifai, Lintasan Sejarah Madura, Surabaya: Yayasan Lebbur Legga 1993.
R. Werdisatra dan R. Sastra Widjaja, Bhabhad Songennep, Balai Poestaka1921.
Reis Over Java, Madura and Bali, In Het Midden yang ditulis pada tahun 1847 M
S.  Kartodirdjo,  M.D  Poesponegoro  dan  N  Notosusanto,  Sejarah  Nasional  Indonesia  II,Jakarta: Balai Pustaka 1977.

Postingan terkait: