Nama Al-Aksan di
ambil dari nama pendirinya yaitu, Sayyid Raden Bagus Hasan (AKhsan). Secara sissilah
,Raden Bagus Hasan termasuk golongan Saadah
(kata jama’ dari Sayyid, sebutan bagi
keturunan Rasulullah SAW). Di maqbarah
(kubur) beliau di Asta Tinggi, tertulis nasab beliau, Hadzal qubur al-‘alim
as-Sayyid Hasan bin al-‘arifbillah Muharrar bin Daud bin ‘Abdul ‘Alim bin Abbas
bin Muban bin Syits bin ‘Ali (Zainal ‘Abidin, Kiyai Candana) bin Khathib bin
Pangeran Musa bin Qasim (Sunan Drajat) bin Syarif Ahmad Ali Rahmatullah (Sunan
Ampel).
Sedangkan nama
Lotheng dalam bahasa Madura bermakna rumah berlantai atau bertingkat, Lotheng
sendiri merupakan dhalem Pangeran Kolonel Muhammad Nawawi Kusumosinerangingalogo,
putra Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, Raja Sumenep yang wafat tahun 1854
Masehi, Di masanya beliaulah orang yang pertama kali mendirikan bangunan bertingkat
dalam ukuran yang luas di kabupaten Sumenep. Tujuannya, sebagai tempat kediaman
juga berfungsi sebagai markas pengintai keberadaan penjajah kerena di masa itu
Pangeran Kornel Nawawi menjabat sebagai kepala Angkatan Perang keraton yang bertugas
menjaga wilayah utara.
Raden Bagus
Hasan masih keturunan dari Kyai ‘Ali Barangbang (Sayyid ‘Ali bin ‘Ubaidillah
Kiyai Khathib Paddusan bin Sayyid Ahmad Baidlawi Pangeran Katandur). Salah satu
putri Kiyai ‘Ali yang bernama Nyai Tengghina (Muthmainnah) menikah dengan
Sayyid Kiyai ‘Abdul ‘Alim dan berputra Kiyai Daud, kakek Gus Hasan.
Dari garis
ibu, Gus Hasan merupakan cucu dari Pangeran Letnan Kolonel Hamzah
Kusumosinerangingrono, salah satu putra Sultan ‘Abdurrahman yang terkenal dengan
berbagai karomah dan kesaktiannya. Ayahnya, Kiyai Muharrar bin Daud menikah
dengan Raden Ajeng Zuwaidah binti Pangeran Letnan.
Raden Bagus
Hasan lalu memper istri Raden Ajeng Ruqayyah putri Raden Ario Prawiringrat bin
Panembahan Muhammad Shaleh bin Sultan ‘Abdurrahman dan ibunya adalah putri
Pangeran Kolonel yang bernama Raden Ajeng Syansuriyah.
Sekitar akhir
abad ke-sembilan belas, Loteng berubah menjadi pusat belajar pengetahuan agama
Islam. Loteng beralih fungsi menjadi sebuah pesantren kecil namun berpengaruh
besar. Hal itu tidak bisa lepas dari peran tokoh-tokohnya yang merupakan
sosok-sosok ‘alim yang kharismatik Mulai dari Bindara Saot, Panembahan Sumolo
(Asiruddin), hingga Sultan ‘Abdurrahman Pakunataningrat memang dikenal sebagai
orang alim yang pinter, Hal bisa
dibuktikan dengan peninggalan beberapa kitab bertulis arab, seratan langsung
tangan dingin para raja.
Tak kalah
penting hubungan perbesanan antara
keraton dengan keluarga keturunan al-‘Arifbillah Kiyai ‘Ali Barangbang, yaitu
pernikahan cucu perempuan Sultan dengan Sayyid Kiyai Muharrar putra Kiyai Daud
Barangbang, dari situlah muncul tokoh-tokoh agama kalangan keraton yang ‘alim
dalam berbagai disiplin ilmu terutama
tashauf, fiqh, dan tauhid dari situlah berdiri pondok pesantren Al-Ahksan yang
lumrah dengan sebutan pasarsore Loteng.
Di masa-masa
periode awal, disebutkan beberapa nama yang pernah nyantri di ponpes Loteng,
seperti diantaranya Kiyai Haji Zainal ‘Arifin Tarate, Kiyai Haji Abisyuja’
Kebunagung, Kiyai Haji Ahmad Bakri Pandian, dan sebagian besar kyai di Sumenep
penah menimba ilmu di pesantren ini dan rata-rata sepulang dari pesantren
mereka juga menjadi orang alim mengajarkan ilmunya dan tak sedikit yang
mendirikan pesantren diantaranya dari kecamatan Lenteng, bloto, saronggi, gili
genting, talango, merengan, batang-batang-dungkek-batu pote, slopeng, rubaru,
batuan dan lain-lain.
Setelah Raden
Bagus Hasan wafat di gantikan oleh Raden Bagus Abd Latif di lanjutkan Raden
Bagus Murtadha lalu Raden Bagus Abdullah di masa inilah di pesantren ini mulai
di bangun sekolah dimana yang dulunya pengasuh pendahulu tidak setuju dengan adanya
sekolah di dalam pesantren. Setelah gus Dullah wafat di gantikan oleh Raden
Bagus Sakti beliau adalah pensiunan kepala pertamina Magelang Jawa Tengah, di masa beliu didirikanlah podok pesantren putri dan sekolah SMP Islam Al-Aksan tapi
apa mau di kata hanya segelintir santri yng mau sekolah mungkin karena doa para
pendahulunya yng tidak ikhlas dengan adanya sekolah. Sepeningalan Gus Sakti,
lalu di gantikan oleh Raden Bagus Ali sampai sekarang.